Minggu, 25 Juli 2010

Gara-gara Bakso

Oleh: Rosmansyah

Sehabis bermain, Obi tidak pernah melewatkan makan mie bakso kesukaannya. Begitulah kebiasaannya setiap sore. Bakso Abang Romli, begitulah orang-orang memanggilnya. Setiap pukul empat sore, gerobaknya sudah mangkal di depan rumah Obi. Anak-anak, remaja, orang dewasa sampai kakek nenek yang sudah renta mengantri, mereka semua ketagihan bakso Abang Romli.

Setelah bermain sepak bola bersama teman-temannya, Obi kecapekan. Meskipun melelahkan, tetapi bermain sepak bola itu sangat menyenangkan. Bentuk bola yang bulat mengingatkan Obi pada bakso Abang Romli yang super lezat. Bayang-bayang bakso sudah memenuhi kepalanya. Obi segera pulang. Ia tidak sabar lagi ingin segera menyantap makanan favoritnya itu.

"Mudah-mudahan Abang Romli sudah ada di depan rumah," harap Obi dalam hati.

Harapan Obi terkabul. Gerobak Abang Romli sudah nangkring di depan rumahnya. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung berlari ke rumah merengek meminta uang pada ibu. Setelah diberi uang, ia pun segera meluncur menuju gerobak Abang Romli.

"Bang, mie baksonya satu porsi ya!" seru Obi sambil menyodorkan mangkuk favoritnya yang bergambar Spongebob.

"Iya," jawab Abang Romli. "Mau pakai pedas tidak?"

"Tidak ah, takut sakit perut."

"Ya sudah, ini mie baksonya."

Semangkuk mie bakso sudah di tangan. Obi segera melangkahkan kakinya menuju rumah, tetapi sebelum menginjak langkah ketiga, Abang Romli keburu memanggilnya.

"Ada apa, Bang?" tanya Obi heran.

"Ke sini, Abang tambahkan lagi baksonya!" seru Abang Romli sambil memberikan sebutir bakso berukuran besar ke mangkuk Obi.

"Wah, terima kasih ya Bang!"

"Sama-sama."

Obi senang sekali. Abang Romli memang baik hati. Aroma bakso sudah menggoda lidahnya. Ia ingin buru-buru segera melahapnya.

Sesampainya di rumah, Obi langsung santap bakso itu dengan lahap. Saking lahapnya, sampai-sampai ia lupa berdoa. Dasar Obi. Padahal, berdoa sebelum makan itu penting sekali!

"Wuih, sedaap! Bakso Abang Romli memang tidak ada tandingannya. Maknyuss...!" gumam Obi bicara sendiri mengikuti gaya pembawa acara kuliner favoritnya.

Ketika sedang asyik menyantap bakso, tiba-tiba Vina, adik Obi yang baru bangun tidur siang menangis. Ibu yang sedang memasak di dapur segera bergegas menggendongnya.

"Bu, aku mau bakso!" pinta Vina begitu melihat kakaknya sedang lahap menyantap bakso.

"Iya, Ibu akan belikan." Ibu segera mengambil mangkuk hendak membelikannya bakso. Tetapi sayang, bakso Abang Romli sudah habis. Tangisan Vina semakin menjadi. Ibu tidak tahu harus berbuat apa.

"Baksonya minta ke kakakmu saja ya!" ucap Ibu mencoba meredakan tangis Vina. Mendengar ucapan Ibu, Obi langsung bergegas ke dapur mengambil sebotol sambal pedas. Lalu, ia campurkan beberapa tetes sambal itu ke baksonya.

"Tidak mau. Aku tidak mau berbagi bakso dengan Vina! Enak saja, ini kan baksoku!" gerutu Obi dalam hati.

"Obi, Vina minta sedikit baksonya ya! " pinta Ibu lembut.

"Aduh, bakso punya Obi pedas Bu! Vina pasti tidak akan tahan!" sergah Obi menolak permintaan Ibu.

Siasat Obi berhasil. Tangisan Vina semakin sulit berhenti. Dan Obi semakin tambah lahap menghabiskan baksonya.

Keesokan harinya, Obi merasa tidak enak badan. Perutnya sakit sekali. Entah berapa kali ia keluar masuk WC. Perutnya mulas minta ampun. Karena saking mulasnya, ia pun terpaksa tidak masuk sekolah. Sayang sekali, padahal hari ini kan ada ulangan Bahasa Indonesia.

Ibu mulai khawatir dengan kesehatan Obi yang belum juga membaik. Ia pun segera memanggilkan dokter untuk memeriksanya.

"Kamu kebanyakan makan pedas," kata Dokter sambil memeriksa lidah Obi yang tampak pucat dengan senter. "Ini obatnya. Nanti diminum ya!"

Obat? Aduh, Obi kan benci sekali dengan obat! Gara-gara makan bakso kepedasan, ia jadi harus minum obat. Huh, sebal!

Obi menyesal. Ia merasa bersalah pada Ibu dan vina. Ia pun segera meminta maaf.

"Maafkan Obi ya, Bu!"

"Iya, tidak apa-apa. Ibu bangga kamu sudah jujur pada Ibu. Tetapi, lain kali jangan seperti itu lagi ya! Kamu harus mau berbagi dengan orang lain. Berbagi itu menyenangkan lho! " ucap Ibu menasihati Obi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar