Jumat, 19 Juni 2009


PERTANYAAN-PERTANYAAN TENTANG DIRI

Oleh : Rosmen

Pertama kali aku bertemu denganya adalah di tempat foto kopian dekat sekolahku. Ketika aku datang, ia suah berada disana bersama dua tumpuk kertas foto kopian yang ada di depannya.

Saat itu ia mengenakan seragam sekolah putih abu dengan tas punggung berwarna putih yang menempel di punggungnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai begitu saja sehingga wajahnya yang ayu terlihat semakin femini. Rasanya kedua mataku mau terbelalak keluar. Sungguh gadis ini sangat mempesona !

Awalnya aku agak malu juga untuk mengawali pembicaraan denganya ,tapi tiba-tiba saja mulut ini langsung bicara begitu saja.

“Udah moto kopi ya ?” sapaku padanya agak gugup.

Ia tersenyum ke arahku sambil mengangguk. Tak sengaja kedua mata kami saling berpapasan. Aku pun menjadi tambah malu saja. Segera kualihkan pandanganku darinya.

“Udah moto kopi apa ?” tanyaku.

Ia tak bicara. Ia hanya menunjukan kepadaku dua kertas selebaran di kertas buram berwarna hijau yang diambil dari tumpukan kertas yang sama yang ada di dekatnya.

Pada kertas pertama terdapat gambar karikatur seorang pria berdasi yang bertuliskan “Bapak Koruptor yang Buta dan Tuli.” Sedangkan pada kertas kedua terdapat tulisan besar yang berbunyi “Penuhilah janji anda ! Berikanlah hak-hak kami untuk sekolah dan menuntut ilmu !” Melihat kata-kata dalam kertas tersebut aku pir gadis ini mau berdemo. Memang tanggal l 2 Mei nanti direncanakan akan ada demo besar-besaran yang akan dilakukan oleh seluruh pelajar SMA yang ada di bandung. Rencananya aksi itu akan dilakukan di depan Gedung Sate.

Banyak juga teman-teman sekolahku yang akan ikut dalam aksi itu. Sebenarnya aku pun sempat diajak, tapi aku menolaknya. Kupikir semua aksi itu nantinya sia-sia saja karena tetap saja para pejabat itu tidak akan mendengar aspirasi kita.

“Kamu mau demo di Gedung Sate ya ?”

Ia kembali mengangguk sambil menghitung selebaran yang telah ia kopi. Setelah ia selesai menghitung, ia lalu memasukkan tumpukan selebaran itu ke dalam tasnya dan langsung meninggalkan tempat itu.

Tapi setelah beberapa langkah, ia kembali ke tempat foto kopian. Aku jadi semakin gugup.” Kenapa ia kembali lagi ?” pikirku dalam hati. Tiba-tiba ia memberikan dua carik selebaran dalam tasnya kepadaku. Aku pun menjadi salah tingkah. Aku tak tahu harus mengucapkan apa padanya. Setelah itu ia pun kembali pergi tak lupa sebelumnya ia sisakan ahulu senyum manisnya kepadaku.

* * *

Itulah pengalaman pertemuanku dengannya.Pertemuan itu terasa sangat berkesan hingga aku pun lupa untuk menanyakan siapa namanya. Aku pandang kedua selebaran yang ia beri kepadaku terutama sebebaran bergambar karikatur yang secara tak langsung menyindir diriku.

Bapak koruptor itu memang buta dan tuli, tapi mungkin aku lebih parah dari pada dia. Selain buta dan tuli, aku juga bisu. Aku buta karena aku pura-pura tak melihat kenyataan hidupku yang memprihatinkan. Hidupku tenggelam dalam kemiskinan tetapi aku hanya bisa terdiam dan membiarkan orang lain terus mempermainkan harga diriku. Harusnya aku ikut bersama mereka untuk memperjuangkan hakku. Aku tuli. Aku tak bisa mendengar suara hatiku sendiri. Suara hatiku hanya bisa kupendam dan kututupi. Selain itu aku pun bisu karena aku tak berani mengeluarkan aspirasiku sendiri. Sungguh paradoks memang

Entah kenapa ia berikan dua sebaran itu kepadaku. Mungkin ia adalah malaikat yang hendak menyadarkanku. Tapi apapuun alasannya aku tetap tak peduli kare hasilnya pasti akan nihil juga. Entah apa aku ini mungkin aku penganut faham nihilisme yang dibawa oleh Josep Stalin karena aku selalu berpikiran sekeptis terhadap hidupku.

Gadis itu memang hebat ia tak hanya tak hanya cantik tapi ia juga mampu membuat sejumlah pertanyaan batin tentang diri.

Keesokan harinya aksi demo pun berlangsung. Tetapi aku malah tiduran di rumah sambil maklas-malasan. Hari itu memang sekolahku diliburkan. Meskipun begitu aku masih berharap kalau aksi demo itu berlangsung aman dan damai.

Hari berikutnya teman-teman ku di sekolah banyak yang menceritakan aksi unjuk rasa yang mereka lakukan kemarin. Tapi ternyata aksi unjuk rasa tersebut berlangsung anarkis karena tak ada anggota DPR/MPR yang mau keluar untuk menanggapi aksi mereka. Kerusuhan itu pun membuahkan korban nyawa seorang siswi. Gadis itu mati karena terlembar batu dari salah seorang penunjuk rasa. Firasatku pun menjadi buruk jangan-hjangan gadis yang mati itui adalah dia ! Tapi itu tak mungkin terjadi

Sorenya aku melihat tayangan dalam televisi mengenai aksi unjuk rasa yang dilakukan kemarin. Betapa terkejutnya aku sewaktu tahu kalau orang yang menjadi korban itu adalah gadis itu. Ya, gadis itu adalah dia. Nama gadis itu adalah Samara tenyata gadis ia adalah seorang tuna rungu. Entalah aku antara percaya dan tidak percaya. Kenapa mesti ia yang harus menjadi. Aku pun baru tahu kalau ternyata ia adalah seorang tunarungu. Sungguh ironi memang. Meskipun ia tahu keadaannya begitu tapi ia masih tetap berjuang memperjuangankan hak-haknya. Meskipun ia mempunyai kekurangan tetapi ia masih berusaha memempertahankan ekistensinya Lalu bagaimana dengan aku ? aku normal dan bisa mendengar tapi mengapa aku malah bersembunyi. Bisaku hanya merenungkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan tentang diri. Sebenarnya siapa aku ini ?

Bandung, 10 Mei 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar