Selasa, 07 Juni 2011

Mr. Kadaluarsa


Tepat 30 menit sebelum adzan Magrib berkumandang, Nara sudah memarkir sepeda motor matik merah jambunya di depan minimarket. Ia langsung masuk ke dalam tanpa melepas dulu helmnya. 3 hari yang lalu ada yang kecurian helm di minimarket ini, makanya Nara tak ingin mengambil resiko dan memilih belanja memakai helm kesayangannya.

Begitu masuk, cewek mungil yang berpakaian serba pink itu segera mengambil keranjang belanjaan yang disediain di samping pintu masuk. Ia buka daftar belanjaan yang sudah dipesan mamanya. Busyet, daftarnya panjang banget! Maklum, itu kan stok kebutuhan selama seminggu. Kalau semua itu nggak terpenuhi, maka kelangsungan hidup keluarga Nara akan terancam.

Satu per satu barang mulai diambilnya. Mulai dari susu, deterjen, tisu toilet sampai obat penumbuh kumis buat papa. Entah kenapa obat kayak gitu bisa ada di minimarket. Aneh banget deh.

Dalam waktu relatif singkat, keranjang belanjaan Nara sudah penuh. Bukan cuma satu keranjang, tapi dua. Waduh, lumayan berat juga tuh! Tapi nggak apa, lumayan sekalian dijadiin barbel.

Nara segera bergabung dengan antrian di kasir yang cukup panjang. Ternyata ia bukan satu-satunya orang yang belanjanya gila-gilaan. Orang yang di depan, belanjaannya lebih gila lagi.

“Kayaknya ada barang yang kelupaan deh. Apa ya?” pikir Nara coba mengingat-ngingat. “Aha, Slimo Green Tea!”

Tanpa pikir panjang, Nara segera keluar dari antrian. Ia hendak mengambil Slimo Green Tea, minuman teh hijau yang katanya bisa berkhasiat menurunkan berat badan.

Rak minuman itu ada di paling ujung. Sengaja nggak disimpan di lemari pendingin karena katanya khasiat Slimo Green Tea akan jauh lebih terasa kalau disimpan di tempat yang nggak terlalu dingin. Aneh, padahal kan yang dingin lebih enak.

Ups, Slimo Green Tea-nya tinggal satu lagi. Nara segera mengambilnya. Tapi saat hendak mengambil, tiba-tiba ada tangan lain yang mencoba menyerobot tangannya.

“Oh, maaf!” ucap cowok berjaket hitam yang sedang berdiri di samping Nara. Ia segera melepas genggamannya.

Nara terpaku. Ia pun segera ikut melepas tangannya.

“Gila, ada Robert Pattinson di depan gue!” seru Nara berseloroh dalam hati.

“Kamu pasti mau minuman ini kan? Ambil aja!”

“Ah nggak, nggak apa-apa kok.”

“Udah, kamu kan yang paling duluan. Kan ladies first,” ujarnya lagi sambil melemparkan senyum.

Senyumnya langsung menggetarkan hati Nara. Detak jantungnya serasa berhenti sejenak. Cowok itu ganteng banget. Udah ganteng baik hati lagi. Meski agak malu-malu kucing, Nara pun akhirnya mengambil minuman itu.

“Ma... makasih ya.”

“Iya, sama-sama.”

Antrian di kasir sudah semakin panjang. Nara harus segera buru-buru mengantri kalau nggak mau diserobot sama yang lain. Pertemuan yang menggetarkan hati pun terpaksa diakhiri.

****

Pagi ini Nara nggak masuk sekolah. Kepalanya terasa begitu berat kayak lagi make helm baja. Perutnya mual dan mulas kayak cucian yang lagi diperas. Ia berbaring lemas tak berdaya di tempat tidurnya.

Dari semalam Nara nggak bisa tidur karena terus muntah-muntah dan bolak-balik keluar masuk WC. Perutnya dikuras habis-habisan. Ia dehidrasi. Cairan tubuhnya berkurang drastis. Nara terkena muntaber. Entah kenapa ia bisa terkena penyakit itu. Padahal kan Nara selalu rutin menjaga kesehatannya.

Tiba-tiba dering lagu Keong Racun membangunkannya. Benar-benar racun. Perutnya serasa makin dikocok. Irama ajep-ajep lagu itu seakan mengaduk-ngaduk perutnya. Ia segera mengangkat handphone-nya.

“Halo, Sil!” jawab Nara lemas. Mukanya pucat kayak orang sekarat.

“Lo nggak kenapa-napa kan? Lo nggak bermaksud buat bunuh diri kan?” tanya Sisil langsung nyerocos tanpa titik koma.

“Elo ngomong apaan sih?”

“Lo nggak minum racun tikus kan? Jangan gara-gara lo putus sama si Radit lalu lo nekad mau bunuh diri. Sadar Na, elo masih muda!”

“Gue nggak bunuh diri! Lo lebay banget deh! Gue cuma muntaber doang kok!”

“O, syukur deh kalo gitu!”

“Ye, orang muntaber kok malah disyukurin sih!”

“Hehe, sori!”

“Makanya, kalo ngomong mikir dulu! Jangan udah ngomong baru mikir!”

“Sori deh. Betewe, lo udah diperiksa ke dokter belom?”

“Belom, kayaknya sih bentar lagi dokternya mau ke sini.”

“Cepet sembuh ya, Na! Kalo nggak ada lo, di kelas jadi nggak rame.”

“Iya, gue pasti sembuh kok.”

“Ya udah, Pak Beni udah masuk ke kelas tuh, ngobrolnya entar disambung lagi ya!”

“Iya.”

Huh, dasar Sisil! Orang muntaber kok dibilang mau bunuh diri sih. Ada-ada aja deh.

Tok... Tok... Tok....

“Na, Pak Dokter udah dateng!” seru Mama sambil mengetuk pintu kamar Nara.

“Masuk aja, nggak dikunci kok!”

Mama dan Pak Dokter pun segera masuk ke dalam.

“Selamat pagi, Nara!” sapa Pak Dokter seraya duduk di samping tempat tidur Nara.

“Pagi juga, Dok!”

“Muntabernya sudah berapa hari?”

“Baru hari ini, Dok.”

Pak Dokter segera mengeluarkan stetoskop dan instrumen-instrumen lain dari dalam tasnya. Lidah, perut, tekanan darah, detak jantung serta kembang kempis nafas Nara diperiksa dengan sangat teliti oleh Pak Dokter.

“Kalau menurut gejalanya sih, sepertinya kamu keracunan makanan.”

“Keracunan makanan?” Nara dan Mama kaget. Mereka berdua saling menoleh.

Pandangan Nara langsung tertuju pada sebotol Slimo Green Tea sisa semalam yang diletakkan di meja di samping ranjang. Nara segera meraih minuman itu. Dilihatnya tanggal kadaluarsanya. Ya Tuhan, minuman itu sudah kadaluarsa!

“Kayaknya saya memang keracunan makanan, Dok.” kata Nara sambil menunjukkan minuman itu ke Pak Dokter.

“Pantas saja kamu muntaber. Minuman ini sudah kadaluarsa. Ini bahaya sekali!”

Nara tersenyum malu.

“Tapi tak apa, kamu akan sembuh kok. Saya akan berikan kamu obatnya. Nanti diminum ya!”

“Iya, Dok.”

Ternyata minuman itulah penyebabnya. Bukannya ampuh buat menguruskan badan, malah ampuh buat menguras perut. Nasib Nara memang sial.

****

“Na, tolong beliin minyak goreng ke minimarket gih!” pinta Mama sambil menyodorkan uang lima puluh ribuan.

“Ini kan udah malem, Ma! Kalau ada yang ngapa-ngapain aku gimana?”

“Kalau papa ada di rumah, Mama nggak akan nyuruh kamu. Lagian kamu kan bisa jaga diri.”

“Kenapa nggak besok lagi aja sih!”

“Kalau besok nggak akan keburu. Minimarketnya kan bukanya agak siang. Mumpung sekarang masih buka, buruan beliin gih!”

Dengan raut muka cemberut, Nara segera meluncur bersama skuter matiknya. Baru sembuh udah disuruh ke luar malem. Yup, setelah beristirahat selama 5 hari, akhirnya Nara bisa kembali sembuh seperti sedia kala. Muntaber memang penyakit yang menyebalkan. Amit-amit deh kalau sampe terkena lagi.

Dalam secepat kilat, Nara sudah memarkirkan motornya lalu langsung bergegas masuk ke dalam minimarket. Di jam-jam segini, minimarket ini memang udah sepi. Cuma ada Mbak Kasir yang masih setia menebar senyum meski tak ada pembeli.

Nara tak boleh menoleh barang lain. Tujuannya cuma satu, minyak goreng.

Minyak goreng sudah di tangan. Nara tak mau mengulur waktu. Ia harus cepat pulang sebelum jam sembilan malam. Soalnya kalau udah lewat jam segitu, cewek penunggu pohon asem di tikungan jalan biasanya akan keluar ketawa-ketiwi mengenakan gaun putih kebesarannya.

Nara segera melangkahkan kakinya menuju kasir. Tapi sesaat sebelum menginjakkan langkah ketiga, tiba-tiba terdengar suara kasak-kusuk yang langsung menyita perhatiannya. Nara penasaran. Ia segera mendekati arah suara itu.

Dari sela-sela rak toko, ia lihat sesosok manusia berjaket hitam yang tengah sibuk mengambil beberapa botol Slimo Green Tea ke dalam tasnya. Nara kenal cowok itu. Ya, dia cowok yang waktu itu. Tapi, kenapa ia masukin minuman-minuman itu ke dalam tasnya? Jangan-jangan ia pencuri. Tidak, ia menukarnya dengan Slimo Green Tea lain dari dalam tasnya.

“O, jadi gini ya kelakuan lo!” seru Nara yang langsung bikin cowok itu kelabakan. “Harusnya gue curiga, mana ada sih cowok yang suka Slimo Green Tea. Gara-gara elo, gue jadi muntaber tau!”

Bep. Tiba-tiba cowok itu langsung membekap mulut Nara. Ia langsung mengeluarkan sebilah pisau dari dalam tasnya lalu disodorkan ke leher Nara. Nara coba meronta, tapi ia tak bisa bergerak.

“Lo jangan macam-macam ya! Gue bunuh baru tau rasa lo!” ancam cowok itu sambil terus menyodorkan pisaunya.

Nggak, cowok itu nggak mirip Robert Pattinson lagi. Dia lebih mirip vampir jahat yang haus darah. Nara masih coba meronta. Tapi mau bagaimana lagi, ia tak bisa apa-apa.

Tiba-tiba, Nara jadi teringat kembali akan perjuangannya dalam melawan muntaber. Gara-gara cowok itu, Nara harus berjuang mati-matian menahan mulas yang perihnya bukan main. Gara-gara cowok itu, ia hampir saja sekarat karena harus keluar masuk WC. Ia tak boleh diam saja. Ia harus melawan.

Segera tangannya bergerak. Sikunya langsung menohok perut cowok itu. Sontak, cowok itu segera melepas bekapannya.

“Itu balasan untuk perut mulas gue!” seru Nara sambil langsung siap siaga bergaya kayak petinju profesional.

Jangan macam-macam sama Nara. Ia adalah karateka handal pemegang sabuk hitam. Ia tak akan segan-segan memberi pelajaran pada lawannya.

Cowok itu mencoba menghadang, tapi sebuah tendangan keras keburu menghantam perutnya. Botol-botol Slimo Green Tea dari dalam tasnya langsung berhamburan ke lantai.

“Itu tendangan untuk perut mual gue! Dan ini...”

Seeet.... kepalan tangan Nara mendarat di wajah cowok itu. Giginya langsung rontok. Ia langsung ambruk.

“Ini untuk senyum palsu lo!”

Mendengar keributan itu, Mbak Kasir dan beberapa karyawan minimarket itu langsung pada berdatangan. Cowok itu langsung diboyong ke kantor polisi. Menurut keterangan polisi, cowok itu nggak cuma sekali ini ngelakuin aksi kriminalnya. Modusnya selalu sama, yaitu menukar minuman yang masih baru dengan minuman yang sudah kadaluarsa. Minuman yang masih baru itu lalu dijual ke pengecer dengan harga yang jauh lebih murah.

Selain itu, ia juga adalah si pencuri helm motor yang saat ini tengah diburu polisi. Sudah banyak yang menjadi korbannya. Cowok itu memang sangat menyebalkan. Dasar, Mr. Kadaluarsa!

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar